Samarinda,Lansir.Id -Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Samarinda mengingatkan Pemerintah Kota (Pemkot) Samarinda untuk melakukan kajian mendalam terkait rencana penyediaan transportasi publik pada tahun 2025. Pertanyaannya adalah apakah rencana ini sudah sesuai dengan kebutuhan saat ini, mengingat diperlukan anggaran yang tidak sedikit.
Ketua Komisi III DPRD Samarinda, Angkasa Jaya Djoerani, menilai bahwa sebelum merealisasikan rencana tersebut, perlu ada pertimbangan matang. Program ini dipastikan membutuhkan anggaran besar, sehingga urgensinya harus benar-benar diperhatikan.
“Bukan sekadar sombong-sombongan, tapi tujuan utamanya pasti untuk mengurai kemacetan yang ada. Pertanyaannya, apakah saat ini masyarakat lebih suka moda angkutan umum daripada kendaraan pribadi?” tanyanya pada Jumat (19/7).
Politikus Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) tersebut mempertanyakan kesiapan masyarakat Samarinda untuk beralih ke angkutan umum. Latar belakang dan pola pikir masyarakat perlu diperhatikan. Dia mencontohkan dari pertemuan dengan mahasiswa yang membahas hal ini, di mana animo mahasiswa terhadap transportasi publik masih minim.
“Mereka lebih memilih motor pribadi daripada bus,” ungkapnya.
Hal ini menjadi indikator bahwa perlu kajian mendalam terkait kebutuhan dan kesiapan masyarakat. Budaya penggunaan transportasi publik di Kota Samarinda belum sepenuhnya terbangun.
Selain itu, Angkasa juga mempertanyakan biaya operasional bus listrik dan bus konvensional yang diusulkan oleh Pemkot. Pemerintah harus mensubsidi tiap tahun sesuai dengan kebutuhan.
Dari kajian yang dilakukan oleh Dinas Perhubungan (Dishub), biaya operasional untuk skema investasi pemerintah pada tahap awal untuk moda bus listrik diperlukan sekitar Rp 101 miliar, sedangkan bus konvensional memerlukan Rp 60 miliar. Untuk skema buy the service (BTS) dengan moda bus listrik, diperlukan sekitar Rp 34 miliar, sementara bus konvensional memerlukan Rp 28 miliar.
Tidak hanya itu, Angkasa juga menyoroti potensi penyempitan jalan akibat penggunaan bus. Penempatan fasilitas pendukung seperti Stasiun Pengisian Kendaraan Listrik Umum (SPKLU) dan halte juga perlu dipertimbangkan, terutama di kondisi jalan yang tidak begitu lebar.
“Kami tidak terlalu optimis, jujur saja, karena budaya masyarakat belum sepenuhnya terbangun. Mungkin di awal masyarakat akan tertarik untuk mencoba, tapi selanjutnya khawatir masyarakat tidak berkenan lagi,” tambahnya.
Meski demikian, Angkasa tetap mendukung upaya Pemkot untuk mengurai kemacetan. Sebagai legislatif, pihaknya perlu memberikan rambu-rambu agar rencana ini tidak berdampak buruk terhadap keuangan daerah.
“Karena anggarannya lumayan besar, dan kalau menggunakan biaya murni, masyarakat pasti tidak akan sanggup karena mahal,” tambahnya.
Dia juga menyarankan agar Pemkot fokus pada pembangunan terowongan terlebih dahulu. Pembangunan terowongan bertujuan mengurai kemacetan di Jalan Otto Iskandardinata, Kecamatan Samarinda Ilir.
“Konsentrasi pada terowongan saja dulu, apakah itu akan efektif dalam mengurai kemacetan?” tegasnya.(Adv)