Samarinda,Lansir.Id – Peningkatan kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak di Samarinda menjadi sorotan utama Ketua Komisi IV DPRD Samarinda, Sri Puji Astuti. Dengan kekhawatiran yang mendalam, beliau menyoroti tren yang mengkhawatirkan ini yang terus meningkat setiap tahun.
Pada tahun 2023, tercatat ada 100 kasus kekerasan yang dilaporkan. Namun, dalam kurun waktu hanya tiga bulan pertama tahun 2024, angka tersebut hampir menyamai total tahun sebelumnya dengan 80 kasus yang sudah tercatat.
Sri Puji Astuti mengungkapkan beberapa faktor yang berkontribusi pada peningkatan ini, termasuk kurangnya edukasi tentang kekerasan terhadap perempuan dan anak, masalah ekonomi yang berkelanjutan, serta budaya patriarki yang masih kuat.
Dalam sebuah pernyataan pada Jumat (7/6/2024), Sri Puji menegaskan bahwa
“Kurangnya edukasi, masalah ekonomi, dan budaya patriarki adalah penyebab utama kekerasan terhadap perempuan dan anak.”
Beliau menekankan pentingnya edukasi dan sosialisasi sebagai langkah awal dalam pencegahan kekerasan. Tidak hanya itu, penegakan hukum yang tegas bagi pelaku dan pendampingan serta rehabilitasi bagi korban juga menjadi hal yang sangat penting.
Menurutnya, penanganan masalah ini harus melibatkan berbagai pihak dan harus dilakukan secara komprehensif serta berkelanjutan. Oleh karena itu, beliau menyarankan agar Pemerintah Kota Samarinda meningkatkan dukungan anggaran untuk upaya pencegahan dan penanganan kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak.
Selain itu, pembentukan satuan tugas khusus dan penguatan kerja sama dengan LSM, organisasi perempuan, serta aparat penegak hukum juga dilihat sebagai langkah penting.
Sri Puji menutup dengan seruan komitmen bersama untuk melindungi hak asasi manusia: “Mari kita berkomitmen bersama untuk mencegah dan menangani kasus ini. Kita harus melindungi perempuan dan anak dari segala bentuk kekerasan, karena kekerasan terhadap perempuan dan anak adalah pelanggaran HAM.” (Adv)